Selasa, 15 Juli 2008

Bisara Mahmud Sianturi : Masuk Islam Melalui Perbandingan Agama

Nama saya Bisara Mahmud Sianturi, kelahiran Tapanuli Utara. Keluarga saya pemeluk Kristen yang taat. Ayah saya, Mangantar Sianturi, bekerja sebagai mandor di perkebunan kelapa sawit, Jambi. lbu saya, Delima Boruhombing, seorang ibu rumah tangga biasa. Saya sulung dari lima bersaudara, satu laid-laki dan tiga perempuan.

Masa kecil saya sangat kental dipengaruhi ajaran Kristen. Orang tua kami sangat keras dalam hal agama. Mereka selalu menyuruh saya agar rajin ke gereja. Ayah juga seorang pengurus gereja. Kakek saya sendiri, pendiri Gereja HKI (Huria Kristen Indonesia) pertama di Indonesia sebelum pecah menjadi HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).

Sebagaimana anak-anak lain di kampung mayoritas Kristen, saya tak luput memperoleh pelajaran agama. Salah satu penanaman doktrin ajaran Kristen yang membekas hingga kini adalah, "Tak ada umat manusia yang layak sampai ke Tuhan di surga tanpa melalui Yesus." Atau dengan kata lain, semua umat manusia adalah musuh Tuhan jika mereka tidak mengikuti ajaran Yesus. Saat itu, saya yakin benar dengan ajaran tersebut.

Perubahan mulai terjadi kira-kira tahun 1967, ketika ayah pensiun dan kemudian pindah ke Lubuk Pakam, Sumatra Utara. Di sini pula saya mulai mengenal Islam lewat teman-teman sekelas.


Menghadap Walikota Medan

Suatu hari, saya merasa sedih melihat anak-anak seusia saya yang tidak sekolah. Mereka sedikit sekali yang tamat SMP, sebagian benar hanya tamat SD. Mereka terpaksa putus sekolah karena membantu mencari nafkah orang tuanya. Banyak dari mereka yang bekerja di Pabrik Karet PT Asahan. Bahkan, salah satu tetangga saya sempat bercerita bahwa pekerjaannya sangat berat, namun upah yang diterimanya minim sekalL Katanya, banyak yang tidak kuat. Tetapi mereka tdak berdaya, karena didesak oleh kebutuhan hidup.

Tanpa pikir panjang, saya segera berangkat ke Medan untuk menghadap wali kota. Tetapi, niat saya itu tidak segera terwujud, karena ditolak ajudan dengan alasan wali kota berada di luar kota. Saya tidak putus asa. Pada hari lain, saya datang lagi dengan maksud yang sarna. Tetapi, tetap tidak berhasil. Saya datang lagi, hingga lima kali berkunjung, dan keenam. kalinya saya diterima langsung oleh wali kota.

Di hadapan wali kota, saya ceritakan semuanya. Rupanya, wall kota sudah mengetahui itu. Dia berjanji akan segera membantu. Karena waktu itu, negara kita masih kacau setelah dilanda G30S/PKI, maka belum bisa dilaksanakan. Saya pun mengerti. Namun, setelah itu, wali kota menawarkan saya tinggal di rumahnya. Saya setuju, karena dengan mudah bisa bertemu dengannya.


Berdebat dan Masuk Islam

Sore itu, secara tak sengaja saya memperkenalkan ajaran Kristen pada anak wali kota. Tak lupa, saya ajarkan pula lagu-lagu gereja. Tetapi, misi saya itu diketahui oleh H. Nurdin (mertua wali kota). "Saya tertarik cucu saya kamu ajarkan lagu-lagu gereja dengan baik" kata H. Nurdin ketika itu.

Saya kaget, karena tak mengira ia mendengarkan. "Coba tunjukkan pada saya kebenaran ajaran Kristen melalui injil," lanjutnya. "Kalau memang ada kebenaran, saya tak keberatan cucu saya kamu bawa ke gereja," tantangnya.

H. Nurdin kemudian menunjuk segelas teh di atas meja, "Coba jawab, duluan mana air atau Tuhan?" katanya memancing. Saya menjawab enteng, "Jelas duluan Tuhan."

"Kalau menurut ajaran kamu begitu, berarti kamu pembohong! Karena Tuhan kamu baru lahir belum ada dua ribu tahun lalu. Sedangkan air ini adanya sudah lama sekali. jadi, ajaran agama kamu itu bohong," tegasnya.

Saya masih bisa mengelak dengan mengatakan bahwa yang dimaksud baru lahir belum ada dua ribu tahun adalah Tuhan Yesus. Tetapi, H. Nurdin menyangkal lagi, "Kalau Tuhan Anak belakangan dan Tuhan Bapak duluan, maka itu tidak mungkin, karena tuhan kamu adalah tiga yang tidak terpisah, seperti air, teh, dan gulanya, menjadi satu. Jadi, kalau tumpah, katakanlah setetes, maka semuanya ikut tumpah, baik airnya, tehnya, maupun gulanya. Tidak mungkin hanya tehnya saja, atau gulanya saja yang tumpah, sementara airya tetap di gelas," jelasnya.

Mendengar uraian itu, hati kecil saya tak menolak. Selanjutnya dia menjelaskan lagi bahwa dalam Injil, Nabi Isa menyebutkan adanya seorang pengganti di masa datang sebagai pengganti Yesus. Saya akui itu. Tetapi, sepengetahuan saya, yang dimaksud pengganti di masa mendatang adalah Yesus. Sementara, di sekte lain, penggantinya adalah Elias. Lalu, sekte lain seperti Pantekosta menyatakan Roh Kudus.

Namun H. Nurdin mengatakan adalah Nabi Muhammad saw,Saya tak bisa pungkiri, setelah kutemukan dalam Injil Yohanes ayat 23 yang berbunyi, "Berbahagialah kalian kalau Aku kembali kepada Bapa di surga, karena kalau Aku tidak kembali, maka pengganti-Ku tidak akan datang. Apabila Aku kembali, Aku akan menyuruh dia datang kepadamu untuk menegakkan hukum dan kebenaran. Ikutilah Dia, karena memang Dia berkata menurut perintah Bapa di surga."

Kebenaran Kristen juga dipertanyakan H. Nurdin. Mengapa ajaran yang dibawa oleh satu orang utusan, tetapi tidak ada tata cara yang pasti dalam menyembah Tuhan. Artinya, yang membawa ajaran Kristen tidak memberi contoh yang pasti dan baku tentang bagaimana cara menyembah Tuhan yang sebenarnya. "Lihat cara ibadah khusus Katolik, mengapa lain dengan Protestan, Pantekosta, juga Advent? Padahal yang membawa ajaran satu orang," tuturnya.

Lalu, ia membandingkan bahwa caranya shalat umat Islam di seluruh dunia itu lama. Ucapan-ucapan dalam shalat juga sama. Mendengar penjelasan itu, saya mulai ragu terhadap ajaran Kristen. Apalagi ketika H. Nurdin menjelaskan banyak ayat-ayat Injil yang tidak pernah diikuti oleh orang Kristen sendiri, seperti perintah sunat (khitan), haramnya memakan daging babi, dan kewajiban memakai kerudung bagi kaurn wanita, dan lain-lain.

Perintah yang dilanggar itu setelah datang Paulus yang menyuruh tidak bersunat. Katanya, Paulus sudah mendapatkan wahyu. Padahal, Paulus itu tak ada hubungannya dengan Yesus, terpaut kurang lebih 500 tahun.

Setelah mendapatkan keterangan yang begitu mendalam, akhirnya, kebekuan hati saya mulai mencair Saya menerima kebenaran Islam. Alhamdulillah, sejak itu aku mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat, dan resmi menganut agama Islam. (Agus Salam/dari Buku "Saya memilih Islam" Penyusun Abdul Baqir Zein, Penerbit Gema Insani Press website : http://www.gemainsani.co.id/) oleh Mualaf Online Center http://www.mualaf.com

Gold Fret : Mendengar Bacaan Al-Qur'an

AYAH saya seorang pastor atau pendeta dalam agama Kristen Katolik. Beliau mengajarkan Alkitab (Injil) pada saya sejak saya masih kecil dengan harapan agar saya menjadi penerus cita-citanya di kemudian hari. Saya belajar Alkitab pasal demi pasal dan ayat demi ayat dengan seksama. Berkat bimbingannya, saya betul-betul memahami kandungan dan tafsiran Alkitab. Sejak saya berumur empat belas tahun, saya diberi kepercayaan berceramah di gereja pada setiap hari Minggu dan hari-hari keagamaan Kristen lainnya.

Setelah saya banyak membaca Alkitab, banyak saya dapatkan kejanggalan-kejanggalan di dalamnya. Dalam Alkitab, antara pasal satu dan pasal lainnya banyak terjadi pertentangan, dan banyak ajaran gereja yang bertentangan dengan isi Alkitab.

Misalnya, Yohanes pasal 10 ayat 30, menerangkan bahwa Allah dan Yesus (Isa) bersatu, yaitu, "Aku dan Bapa adalah satu." Sedangkan, pada Matius pasal 27 ayat 46 menjelaskan bahwa Yesus dan Allah berpisah, yaitu, "Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring, 'Eli, Eli, lama sabakhtani?"' Artinya, "Tuhanku, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan aku?"

Dalam ajaran gereja, seorang bayi yang lahir akan membawa dosa warisan dari Nabi Adam dan 1bu Hawa. Juga, bayi yang mati sebelum dibaptis tidak akan masuk surga. Ajaran ini bertentangan dengan Alkitab Yehezkiel pasal 18 ayat 20 dan Matius pasal 19 ayat 14 menerangkan bahwa manusia hanya menanggung dosanya sendiri, tidak menanggung dosa orang lain. Bayi yang meninggal sebelum dibaptis akan masuk surga, karena anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang yang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan orang yang fasik akan menanggung akibat kefasikannya.

Dosa Warisan ?Sementara, pada Matius 19 ayat 14 Yesus berkata, "Biarlah anak-anak itu, jangan menghalang-halangi mereka datang padaku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang mempunyai Kerajaan Surga."

Dengan semua itu saya merasa bimbang. Injil mana yang harus saya ikuti, sedangkan semuanya kitab suci? Dan apakah ajaran gereja yang harus saya ikuti, sedangkan ajarannya bertentangan dengan Alkitab ?

Saya ragu dengan keautentikan Alkitab, karena kalau Injil yang ada sekarang ini asli, tidak mungkin satu sama lain saling bertentangan. Saya juga ragu dengan kebenaran ajaran gereja karena kalau ajaran gereja itu benar, tidak mungkin bertentangan dengan kitab sucinya.

Karena mendapatkan kejanggalan dalam Alkitab dan pertentangan ajaran gereja dengan kitab sucinya, saya menjadi enggan membaca Injil dan buku buku agama (Kristen), karena saya yakin tidak akan mendapat kebenaran dalam Kristen.

Mendengar Bacaan Al-Qur'an

TauhidPada suatu hari saya berjalan di dekat masjid. Tiba-tiba saya gemetar dan tidak bisa berjalan disebabkan mendengar suara dari dalam masjid. Setelah saya pulang ke rumah, saya bertanya pada teman-teman tentang suara yang saya dengar itu. Tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang tahu tentang suara itu.

Setelah keesokan harinya saya bertanya pada teman sekolah yang beragama Islam, dia menjelaskanbahwa "suara" yang saya dengar di dalam masjid adalah suara orang membaca A1-Qur'an. Kemudian saya bertanya, "Apa sih, Al-Qur'an itu?" Dia menjawab, "Al-Quran itu kitab suci umat Islam." Kemudian saya meminta Al-Qur'an padanya. Tetapi dia tidak memberikan dengan alasan saya tidak punya wudhu.

Al Qur'anSetelah saya pulang dari sekolah, saya langsung mencari orang yang beragama Islam untuk meminjam A1-Qur'an. Akhirnya saya berjumpa dengan orang Islam yang bernama Abdullah. Ia keturunan Arab. Lalu saya pinjam Al-Qur'an padanya dan saya jelaskan padanya bahwa saya beragama Katolik dan ingin mempelajari Al-Qur'an. Dengan senang hati ia meminjamkan saya terjemahan Al-Qur'an dan riwayat hidup Nabi Muhammad saw..

Saya baca Al-Qur'an ayat demi ayat dan surat demi surat. Saya pahami kalimat demi kalimat dengan seksama. Akhirnya saya berkesimpulan, hanya Al-Qur'anlah satu-satunya kitab suci yang asli dan hanya Islamlah satu-satunya agama yang benar.

Al-Qur'an membahas persoalan ketuhanan dengan tuntas, bahasanya mudah dipaharni, dan argumentasinya rasional. Di samping itu, Al-Qur'an juga membahas tentang Nabi Isa (Yesus) sejak sebelum dikandung, dalamn kandungan, waktu dilahirkan, masa kanak-kanak dan remaja, mukjizatnya, dan kedudukannya sebagai Rasul Allah, bukan anak Allah.

Sejak mendapatkan kebenaran Islam, saya mempunyai keinginan yang kuat untuk memeluk agama Islam. Singkat cerita, kemudian saya datang menjumpai Abdullah dan saga jelaskan keinginan saga padanya.

la menyambut hasrat saya itu dengan hati ikhlas, dan ia membimbing saya membaca dua kalimat syahadat. Setelah menjadi seorang muslim, nama saya diganti menjadi Dzulfikri. Kemudian saya belajar pada Abdullah tentang hal-hal yang diwajibkan dan yang dilarang dalam Islam.

Setelah itu saya mondok di sebuah pesantren. Di situ saya belajar agama selama satu tahun. Kemudian saya pindah ke kota Malang, Jawa Timur. Di kota ini saya terus menuntut ilmu agama sambil kuliah

Dr. Antonius S Kumanireng : Apakah Yesus datang utk menebus dosa-dosa manusia ?

Nama saya Antonius Sina Kumanireng, kerap disapa Anton Sina. Saya anak kedua dari lima bersaudara yang lahir di tengah-tengah keluarga penganut Kristen Katolik yang masih sangat ketat mengamalkan ajaran agama. Ayah saya, Kumanireng, salah seorang pastor sekaligus anggota DPRD Tk. II Kab. Ende, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tempat kelahiran saya mayoritas penduduknya beragama Kristen, termasuk seluruh keluarga saya.

Sejak kecil, saya telah dipersiapkan menjadi calon pendeta yang diharapkan menjadi penyebar agama di kampung halaman. Karena itu, saya pun sejak kecil bekerja sebagai tukang pukul lonceng gereja. Meskipun ayah saya terbilang penganut Kristen yang ketat, namun sejak kecil saya sering memberontak terhadap keluarga dan para pastor.

Saya kerap melemparkan pertanyaan kepada para pendeta, meskipun mereka sering memberikan jawaban yang tidak memuaskan. Dan kekecewaan itu, saya terus mencari kebenaran lewat gereja. Suatu ketika saya ikut kebaktian di gereja. Tba-tiba hati saya yang gundah menjadi tenang. Tapi, ketika keluar dari gereja hati saya kembali bimbang dan kacau. Bahkan, menyebabkan saya bertengkar dengan saudara saya di rumah. Maklum, keluarga saya termasuk keluarga yang kacau.

Saya sendiri tak paham betul, apa sesungguhnya yang menyebabkan keluarga saya berantakan. Padahal, tiap hari keluar-masuk gereja. Saya sendiri bahkan terlibat minum-minuman keras. Hati saya terus bertambah kacau. Akhirnya, saya mencari kebenaran di luar rumah.

Suatu ketika, saya ditawari pastor untuk belajar ke Roma, Italia, atas beasiswa dari Belanda. Saya menolak tawaran itu dengan alasan ingin belajar di negeri sendiri. Saya terus mencari kebenaran karena keluarga saya telah berantakan. Saya membuka Alkitab Injil, lalu saya temukan Matius 26:20-25 yang berbunyi, "Yesus datang untuk menebus dosa-dosa manusia. "

Saya terus membaca dan mengkaji, kesimpulan saya bahwa Yesus sendiri tak mau mati menebus dosa manusia. Sementara itu, saya terus mengkaji ayat-ayat Injil yang selalu menimbulkan pertentangan antara ayat satu dan lainnya. Berkat ketekunan mempelajari sejarah dan pergaulan saya dengan teman teman muslim serta setiap akan memakan babi saya muntah, maka saya bertambah yakin untuk tidak makan daging babi.

Masuk Islam


Semua itu rupanya petunjuk langsung dan Allah agar saya segera kembali ke agama yang sejati. Saya masuk Islam, dan kemudian saya ganti nama menjadi Abdul Salam. Semua keluarga termasuk ayah tak setuju, bahkan menjauhi saya.

Saya terus belajar tentang Islam. Saya pun mempelajari tasawuf. Akhirya, cita-cita saya terwujud mempelajari tasawuf setelah saya masuk Perguruan Isbatulyah yang mengajarkan kepada saya soal syariat dan makrifat Islam. Orang yang paling berjasa terhadap diri saya dalam mempelajari Islam adalah almarhum Usman Effendi Nitiprajitna. Saya terus mempelajari ilmu kebatinan dari guru saya itu.

Alhamdulillah, saya telah menjadi seorang muslim, kendati saya disingkirkan dari seluruh keluarga. Alhasil, saya menanti seluruh keluarga saya agar mau terbuka dan bertanya kepada saya mengapa saya memilih masuk agama Islam. Namun, sampai kind, tak ada yang mau menemui saya.

Saya siap menjelaskan semuanya. Saya bangga masuk Islam karena Islam mengajarkan umatnya untuk tolong menolong. Meskipun istri saya masih tetap beragama Kristen, namun saya tetap melaksanakan shalat. Antara tahun 1970-1973, saya mendapat beasiswa untuk belajar ke Universitas Yokohama Jepang. Alhamdulillah, ke yakinan saya justru semakin kokoh setelah saya bergaul dengan orang-orang Jepang. Padahal, dulunya, saya termasuk peminum berat alkohol. Tapi, sesudah menjadi muslim, saya pun meninggalkan kebiasaan buruk itu.

Setelah berhasil menyelesaikan studi di Jepang dengan gelar doktor kimia, saya mendapat tawaran kerja dari ITB dan beberapa perusahaan besar di Tanah Air. Namun, saya lebih senang memilih Universitas Hasanuddin Makassar, karena PTN itulah yang pertama kali menawarkan aku mengajar.

Bersyukur


Oh ya, saya mempunyai tiga orang anak. Namanya Yuliana, Elizabeth, dan Isa. Saya memberikan kebebasan kepada anak-anak saya untuk memilih agama yang mereka anggap paling benar. Anak saya yang bungsu berkata kepada saya, ia tak akan masuk Islam apa pun yang terjadi. Setelah melewati waktu cukup panjang dalam memberikan pemahaman yang benar tentang Islam, akhirnya Yuliana dan Elizabeth mau mengikuti jejak saya, masuk Islam.

Saya bangga dan bersyukur kepada Allah Walaupun saya tak pernah memaksa anak-anak masuk Islam, tapi karena kesadaran sendiri, mereka akhirnya masuk Islam. Si bungsu yang keras dan benci terhadap agama Islam pun tiba-tiba berubah sikap dan mau masuk Islam. Alangkah bahagianya had saya. Semua anak-anak saya telah memilih jalan yang benar.

Semangat beragama dan kecintaan saya kepada Islam bertambah dalam. Apalagi berkat bantuan Prof-Dr. H. Nasir Nessa yang memberikan kesempatan kepada saya menunaikan ibadah haji. Berbagai kemudahan saya dapatkan di Tanah Suci. Antara lain, saya dapat dengan mudah mencium Hajar Aswad. Tak lupa, saya pun mendoakan seluruh keluarga saya agar dibukakan pintu hatinya menerima kebenaran Islam.

Kecewa

Setelah bertahun tahun melakukan pendalaman terhadap Islam, akhirnya-saya menemukan kebenaran yang hakiki (sejati) itu di dalam Islam. Namun, saya sempat kecewa setelah masuk Islam. Saya melihat umat Islam menganut agamanya semata-mata karena faktor keturunan, sehingga wujud pengamalannya masih minus. Islam semata-mata hanya simbol, tanpa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya benar-benar kecewa dan tak menyangka kalau umat Islam ternyata masih banyak yang tidak memahami ajaran agamanya secara benar.

Kekecewaan itu muncul, barangkali lantaran saya yang mualaf ini terlalu berharap banyak dari umat Islam. Ternyata, semua harapan itu sirna. Banyak umat Islam tak menghargai agamanya. Padahal, saya sebelum masuk Islam bertahun-tahun mengembara, berguru dari satu tempat ke tempat lain, demi membuktikan kebenaran yang ada di dalam Islam. Mengapa umat Islam sendiri tak bangga terhadap agamanya? Bukankah Islam agama suci? tapi akhirnya saya sadar bahwa itu semua kembali kepada pribadi masing-masing, yang jelek hanya sebagian kecil, masih banyak pribadi-pribadi ummat Islam yang patut dicontoh dan jadi panutan karena pada dasarnya Islam adalah agama yang Suci dan hakiki.

Akhirnya saya benar-benar bersyukur betapa nikmatnya hidup dalam panji Islam yang penuh rahmat dan hidayah Allah SWT. Saya pun bersyukur karena setiap menjelang Lebaran, saya bersama tiga orang anak saya bersama-sama melakukan shalat Idul Fitri di Lapangan Karebosi, Makassar. Padahal, sebelum mereka masuk Islam, saya terkadang merasa sunyi, karena merayakan Hari Raya suci ini seorang diri.

Kini, saya mengabdi di Universitas Hasanuddin Makassar sebagai dosen yang tiap hari bergaul di tengah mahasiswa dan sesekali berdialog tentang Islam. Saya bangga dapat mengabdi di sebuah almamater yang sangat menghargai pendapat orang lain.

Oleh Bachtiar AK dan Silahuddin B/Albaz dari Buku "Saya memilih Islam" Penyusun Abdul Baqir Zein, Penerbit Gema Insani Press website : http://www.gemainsani.co.id/ oleh Mualaf Online Center (MCOL) http://www.mualaf.com

Bernard Nababan : Ragu pada isi Alkitab

Pengantar : Menjadi seorang pendeta adalah harapan kedua orang tuanya. Namun, kehendak Allah SWT mengantarkan Bernard Nababan pada kebenaran Islam. Bahkan, ia akhirnya menjadi juru dakwah dalam agama Islam.

Saya lahir di Tebing Tinggi, Sumatra Utara, 10 November 1966. Saya anak ke-3 dari tujuh bersaudara. Kedua orang tua memberi saya nama Bernard Nababan. Ayah saya adalah seorang pendeta Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Sumatra Utara. Sedangkan, ibu seorang pemandu lagu-lagu rohani di gereja. Sejak kecil kami mendapat bimbingan dan ajaran-ajaran kristiani. Orang tua saya sangat berharap salah seorang dari kami harus menjadi seorang pendeta. Sayalah salah satu dari harapan mereka.

Kemudian, saya disekolahkan di lingkungan yang khusus mendidik para calon pendeta, seperti Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Kristen. Lalu berlanjut pada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Nomensen, yaitu sekolah untuk calon pendeta di Medan. Di kampus STT ini saya mendapat pendidikan penuh. Saya wajib mengikuti kegiatan seminari. Kemudian, saya diangkat menjadi Evangelist atau penginjil selama tiga tahun enam bulan pada Gereja HKBP Sebagai calon pendeta dan penginjil pada Sekolah Tinggi Teologi, saya bersama beberapa teman wajib mengadakan kegiatan di luar sekolah, seperti KKN (Kulah Kerja Nyata).

Tahun 1989 saya diutus bersama beberapa teman untuk berkunjung ke suatu wilayah. Tujuan kegiatan ini, selain untuk memberi bantuan sosial kepada masyarakat, khususnya masyarakat muslim, juga untuk menyebarkan ajaran Injil. Dua prioritas inilah yang menjadi tujuan kami berkunjung ke perkampungan muslim. Memang, sebagai penginjil kami diwajiban untuk itu. Sebab, agama kami (Kristen) sangat menaruh perhatian dan mengajarkan rasa kasih terhadap sesamanya.

Berdialog

Dalam kegiatan ini saya sangat optimis. Namun, sebelum misi berjalan, saya bersama teman-teman harus berhadapan dulu dengan para pemuka kampung. Mereka menanyakan maksud kedatangan kami. Kami menjawab dengan terus terang. Keterusterangan kami ini oleh mereka (tokoh masyarakat) dijawab dengan ajakan berdialog. Kami diajak ke rumah tokoh masyarakat itu. Di sana kami mulai berdialog seputar kegiatan tersebut. Tokoh masyarakat itu mengakui, tujuan kegiatan kami tersebut sangat baik. Namun, ia mengingatkan agar jangan dimanfaatkan untuk menyebarkan agama. Mereka pada prinsipnya siap dibantu, tapi tidak untuk pindah agama.

Agama Kristen, masih menurut tokoh masyarakat itu, hanya diutus untuk Bani Israel (orang Israel) bukan untuk warga di sini, Kami hanya diam. Akhirnya, tokoh masyarakat itu mulai membuka beberapa kitab suci agama yang kami miliki, dari berbagai versi. Satu per satu kelemahan Alkitab ia uraikan. la juga membahas buku Dialog Islam-Kristen antara K.H. Baharudin Mudhari di Madura dengan seorang pendeta.

Dialog antara kami dan tokoh masyarakat tersebut kemudian terhenti setelah terdengar azan magrib. Kemudian, kami kembali ke asrama sebelum kegiatan itu berlangsung sukses. Dialog dengan tokoh masyarakat tersebut terus membekas dalam pikiran saya. Lalu, saya pun membaca buku Dialog Islam Kristen tersebut sampai 12 kali ulang. Lama-kelamaan buku itu menpengaruhi pikiran saya. Saya mulai jarang praktek mengajar selama tiga hari berturut-turut. Akhirnya, saya ditegur oleh pendeta. Pendeta itu rupanya tahu saya berdialog dengan seseorang yang mengerti Alkitab. "Masa' kamu kalah sama orang yang hanya tahu kelemahan Alkitab. Padahal kamu telah belajar selama 3,5 tahun. Dan kamu juga pernah mengikuti kuliah seminari," katanya dengan nada menantang dan sinis.

Kabur dari Asrama

Sejak peristiwa itu, saya jadi lebih banyak merenungkan kelemahan-kelemahan Alkitab. Benar juga apa yang dikatakan tokoh masyarakat itu tentang kelemahan kitab suci umat Kristen ini. Akhirnya saya putuskan untuk berhenti menjadi calon pendeta. Saya harus meninggalkan asrama. Dan pada tengah malam, dengan tekad yang bulat saya lari meninggalkan asrama. Saya tak tahu harus ke mana. Jika pulang ke rumah, pasti saya disuruh balik ke asrama, dan tentu akan diinterogasi panjang lebar.

Kemudian saya pergi naik kendaraan, entah ke mana. Dalam pelarian itu saya berkenalan dengan seorang muslim yang berasal dari Pulau Jawa. Saya terangkan kepergian saya dan posisi saya yang dalam bahaya. Oleh orang itu, saya dibawa ke kota Jember, Jawa Timur. Di sana saya tinggal selama satu tahun. Saya dianggap seperti saudaranya sendiri. Saya bekerja membantu mereka. Kerja apa saja. Dalam pelarian itu, saya sudah tidak lagi menjalankan ajaran agama yang saya anut. Rasanya, saya kehilangan pegangan hidup.

Selama tinggal di rumah orang muslim tersebut, saya merasa tenteram. Saya sangat kagum padanya. Ia tidak pemah mengajak, apalagi membujuk saya untuk memeluk agamanya. la sangat menghargai kebebasan beragama. Dari sinilah saya mulai tertarik pada ajaran Islam. Saya mulai bertanya tentang Islam kepadanya. Olehnya saya diajak untuk bertanya lebih jauh kepada para ulama. Saya diajak ke rumah seorang pimpinan Pondok Pesantren Rhoudhotul 'Ulum, yaitu K.H. Khotib Umar.

Kepada beliau saya utarakan keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang ajaran Islam. Dan, saya jelaskan perihal agama dan kegiatan saya. Tak lupa pula saya jelaskan tentang keraguan saya pada isi Alkitab yang selama ini saya imam sebagai kitab suci, karena terdapat kontradiksi pada ayat-ayatnya. Setelah saya jelaskan kelemahan Alkitab secara panjang lebar, K.H. Khotib Umar tampak sangat terharu. Secara spontan beliau merangkul saya sambil berkata, "Anda adalah orang yang beruntung, karena Allah telah memberi pengetahuan pada Anda, sehingga Anda tahu bahwa Alkitab itu banyak kelemahannya."

Setelah itu beliau mengatakan, jika ingin mempelajari agama Islam secara utuh, itu memakan waktu lama. Sebab, ajaran Islam itu sangat luas cakupannya. Tapi yang terpenting, menurut beliau adalah dasar-dasar keimanan agama Islam, yang terangkum dalam rukun iman.

Masuk Islam

Dari uraian K.H. Khotib Umar tersebut saya melihat ada perbedaan yang sangat jauh antara agama Islam dan Kristen yang saya anut. Dalam agama Kristen, saya mengenal ada tiga Tuhan (dogma trinitas), yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh Kudus. Agama Kristen tidak mempercayai kerasulan Muhammad SAW, Bahkan, mereka menuduhnya tukang kawin. Mereka juga hanya percaya kepada tiga kitab suci, Taurat, Zabur, dan Injil.

Ajaran Kristen tidak mempercayai adanya siksa kubur, karena mereka berkeyakinan setiap orang Kristen pasti masuk surga. Yang terpenting bagi mereka adalah tentang penyaliban Yesus, yang pada hakekatnya Yesus disalib untuk menebus dosa manusia di dunia.

Penjelasan K.H. Khotib Umar ini sangat menyentuh hati saya. Penjelasan itu terus saya renungkan. Batin saya berkata, penjelasaan itu sangat cocok dengan hati nurani saya. Lalu, kembali saya bandingkan dengan agama Kristen. Ternyata agama Islam jauh lebih rasional (masuk di akal) daripada agama Kristen yang selama ini saya anut. Oleh karena itu saya berminat untuk memeluk agama Islam.

Keesokan harinya, saya pergi lagi ke rumah KH. Khotib Umar untuk menyatakan niat masuk Islam. Beliau terkejut dengan pernyataan saya yang sangat cepat. Beliau bertanya, "Apakah sudah dipikirkan masak-masak?" "Sudah," suara saya meyakinkan dan menyatakan diribahwa hati saya sudab mantap.

Lalu beliau membimbing saya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebelum ikrar saya ucapkan, beliau memberikan penjelasan dan nasehat. Di antaranya, "Sebenarnya saat ini Anda bukan masuk agama Islam, melainkan kembali kepada Islam. Karena dahulu pun Anda dilahirkan dalam keadaan Islam. Lingkunganmulah yang menyesatkan kamu. Jadi, pada hakikatnya Islam adalah fitrah bagi setiap individu manusia. Artinya, keislaman manusia itu adalah sunnatullah, ketentuan Allah. Dan, menjauhi Islam itu merupakan tindakan irrasional. Kembali kepada Islam berarti kembali kepada fitrahnya," ujar beliau panjang lebar. Saya amat terharu. Tanpa terasa air mata meleleh dari kedua mata saya.

Sehari setelah berikrar, saya pun dikhitan. Nama saya diganti menjadi Syamsul Arifin Nababan. Saya kemudian mendalami ajaran Islam kepada K.H. Khotib Umar dan menjadi santrinya. Setelah belajar beberapa tahun di pondok pesantren, saya amat rindu pada keluarga. Saya diizinkan pulang. Bahkan, beliau membekali uang Rp 10.000 untuk pulang ke Sumatra Utara.

Dengan bekal itu saya akhirnya berhasil sampai ke rumah orang tua. Dalam perjalanan, banyak kisah yang menarik yang menunjukkan kekuasaan Allah. Sampai di rumah, ibu, kakak, dan semua adik saya tidak lagi mengenali saya, karena saya mengenakan baju gamis dan bersorban. Lalu, saya terangkan bahwa saya adalah Bernard Nababan yang dulu kabur dari rumah. Saya jelaskan pula agama yang kini saya anut. Ibu saya amat kaget dan shock. Kakak-kakak saya amat marah. Akhirnya saya diusir dari rumah.

Usiran merekalah yang membuat saya tegar. Saya kemudian pergi ke beberapa kota untuk berdakwah. Alhamdulillah, dakwah-dakwah saya mendapat sambutan dari saudaraudara kaum muslimin. Akhirnya saya terdampar di kota Jakarta. Aktivitas dakwah saya makin berkembang. Untuk mendalami ajaran-ajaran agama, saya pun aktif belajar di Ma'had al-Ulum al-Islamiyah wal abiyah atau UPIA Jakarta.

Okto Rahmat Tobing : Menemukan Istri sedang Shalat

Nama saya Okto Rahmat Tobing, lahir di Tanjung Pinang, Riau, dari keluarga Kristen Protestan. Ayah saya salah satu pengurus gereja di HKBP Tanjung Pinang atau lebih dikenal dengan Situa HKBP Sebagai keluarga yang fanatik terhadap agama, saya diharuskan aktif mengikuti kegiatan gereja.

Sebenamya, lingkungan tempat kami tinggal, mayoritas beragama Islam. Tetapi sepengetahuan saya, agama Islam yang mereka anut sebagian besar hanya Islam abangan. Mereka banyak juga yang ikut Natalan, tidak shalat, mabuk-mabukan, bahkan berjudi. Memang, toleransi beragamanya cukup tinggi. Saya sendiri suka mengikuti kegiatan tarawih di bulan Ramadhan bersama teman-teman. Menginjak remaja, saya mulai risih dengan semua itu. Apalagi bila mendengar suara azan yang membisingkan telinga.

Hijrah Ke Jakarta

Tamat SMA, saya hijrah ke Jakarta, melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Saya memutuskan kuliah di Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan tinggal bersama kakak yang juga seorang aktivis gereja. Saya suka sekali kuliah di kampus tersebut, bahkan aktif mengikuti kegiatan kampus. Salah satu kegiatannya adalah lomnba dayung yang diadakan Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta. Saya termasuk kontingen yang mewakili kampus UKI, di kota gudeg itu, saya berkenalan dengan gadis beragama Islam dan selanjutnya kami berpacaran.

Setelah kami sama-sama lulus kuliah, saya dan si dia memutuskan tinggal dan mengadu nasib di Jakarta. Niat itu kesampaian, Saya mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan swasta.

Setelah mantap secara ekonomi, saya memberanikan diri datang ke rumah pacar saya itu dan menjelaskan ke orang tuanya mengenai hubungan kami. Tetapi, apa yang saya harapkan sirna setelah orang tuanya mengetahui saya beragama Kristen. la menolak hubungan kami, kecuali bila saya bersedia masuk Islam.

Sejak itu, kami selalu sembunyi-sembunyi menjalin hubungan. Saya sebagai seorang Kristen yang fanatik, ketika itu berniat mengkristenkan pacar saya itu. Berbagai upaya saya lakukan untuk meyakinkan si dia. Ternyata tidak sia-sia. Pacar saya itu pun akhirnya bersedia masuk Kristen.

Saya terus mengajaknya ke gereja untuk mempelajari agama Kristen (Bibel) lebih jauh, dan selanjutnya ia dibaptis di HKBP Bekasi. Setelah itu, karni melangsungkan pernikahan di Gereja HKBP Rawamangun dengan pesta adat tanpa restu kedua orang tuanya.

Menemukan Istri Shalat

Setelah enam bulan menikah, tanpa sengaja saya menemukan istri saya sedang melaksanakan shalat. Saya waktu itu sangat marah. Tetapi kemarahan itu saya pendam saja. Saya ingin sekali mengadukan masalah ini kepada kakak saya. Tetapi biarlah saya selesaikan sendiri. Entah dari mana asalnya, kakak saya akhirnya mengetahui masalah ini. Saya dipanggil (disidang) untuk menjelaskan perihal istri saya yang melakukan shalat dan status saya yang masih Kristen.

Sebagai seorang yang berpendidikan dan demokratis, saya mengizinkan istri menjalankan shalat. Hingga suatu ketika, saya diajak istri untuk menemui seseorang di kawasan Tebet. Ternyata orang tersebut adalah seorang mualaf, bernama Dr. Bambang Sukamto (baca kisah mualaf Dr Bambang Sukamto ini )

Di rumah itu juga, saya bertemu dengan K.H. Abdullah Wasian, seorang kristolog dan Bapak Abraham David Mendey, mantan pendeta. (baca kisah mualaf Bpk. Abraham David Mendey ini di website ini, Saya sempat berargumentasi dengannya. Di antaranya mengenai ayat-ayat Bibel (Alkitab) yang janggal. Juga mengenai Nabi Muhammad yang sebenarnya ada di dalam Alkitab, yaitu yang tertera dalam Perjanjian Lama 18:18 yang berbunyi, "Secrang nabi akan dibangkitkan di antara saudara saudara mereka seperti engkau ini, apakah engkau menaruh firmanku pada mulutnya ia akan mengatakan kepada mereka segala yang kuperintahkan. "

Jadi, di Perjanjian Lama itu ada disebutkan tentang Nabi Muhammad. Tetapi ayat tersebut tak pernah diakui oleh orang-orang Kristen. Lalu, saya juga diberi kaset video tentang perjuangan Nabi Muhammad SAW. Walaupun dengan bahasa Arab, tetapi saya menyukainya.

Saya mulai membandingkan penyebaran agama Kristen dengan Islam yang sangat berbeda. Dalam film tersebut, sosok Nabi Muhammad tidak divisualkan (digambarkan). Itu karena Nabi Muhammad adalah sosok yang suci dan agung. Di film tersebut saya juga menyaksikan bagaimana perjuangan kaum muslimin serta siksaan-siksaan yang mereka terima dalam mempertahankan agama Allah.

Sejak itu, saya semakin tertarik mempelajari Islam lebih jauh. Lalu, saya menernui K.H. Abdullah Wasian Ia menjelaskan bahwa Yesus (Isa Almasih) itu penyebar Islam, dan sampai sekarang beliau tidak mati serta tidak disalib. Karena, menurutnya, rasul itu tidak ada yang mati sengsara. Saya mencoba merenungi perkataannya.

Saya terus berdiskusi dengan kristolog ini hingga saya yakin betel bahwa Islam adalah agama yang benar, dan selanjutnya saya menyatakan diri masuk agama Islam. Maka pada tanggal 5 Juli 1994, saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat bersama istri yang pernah saya kristenkan (murtadkan) di Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan, disaksikan oleh jamaah shalat dhuha.

Selanjutnya, untuk memantapkan keislaman, khususnya ibadah shalat, saya dibimbing langsung oleh istri saya. Sedangkan masalah tauhid, saya dibimbing oleh seorang mualaf yang sekarang menjadi dai dan Ketua Yayasan Pendidikan Mualaf, Drs. H. Syamsul Arifin Nababan. Alhamdulillah, kini, saya dipercaya menjadi pengurus Masjid At-Taubah di lingkungan tempat kami tinggal.

Ki Mantep Sudharsono : Sudah Mantap dalam Islam

Nama Ki Manteb agaknya identik dengan penampilannya yang mantap dalam memainkan wayang kulit. Ia termasuk dalang yang digandrungi dan laris. Jadwal pentasnya padat. Berikut ini kisah perjalanan spiritulanya dalam mencari kebahagiaan yang hakiki. Terus terang, saya mendapatkan dorongan untuk masuk Islam dari Gatot Tetuki, anak saya yang kedua dari istri kedua. Dahulu saya beragama Budha. Sebelumnya saya tidak mau masuk Islam, karena menurut saya agama itu berat. Saya tidak mau ikut-ikutan. Apakah untuk menjadi seorang muslim itu harus keturunan ? Menurut saya, menjadi muslim itu harus diusahakan.

Demikianlah, saya harus banyak menimbang. Barulah ketika usai menghitankan Gatot dan ia minta diberangkatkan umrah, hati saya mulai tersentuh. Itu saya anggap sebagai panggilan Allah. Saya seperti diingatkan dan dibangunkan dari tidur panjang. Langsung saja, ajakan Gatot saya terima. Sesudah itu, saya mempersiapkan diri untuk masuk Islam.

Pada hari yang telah ditetapkan, saya mengundang Kiai Ali Darokah (Ketua MUI Solo), H. Amir Ngruki, H. Alwi, dan kaum muslimin di sekitar tempat tinggal saya. Mereka saya minta menjadi saksi upacara pengislaman saya.

Kemudian sesuai ajakan Gatot, saya melaksanakan umrah pada September 1995. Alhamdulillah, pada bulan April/Mei 1996, saya berkesempatan menunaikan ibadah haji. Banyak manfaat yang saya peroleh dari pengalaman-pengalaman tersebut. Semua itu, menambahkan kedewasaan berpikir dan pengendalian diri.

Kejadian Aneh

Waktu beribadah haji, saya mengalami suatu kejadian sangat aneh. Sesampai di Mekah dan akan kembali ke Madinah, sesudah tawaf wada' saya ingin sekali mencium Hajar Aswad. Tetapi, mana mungkin? Padang Mina sudah menjadi lautan manusia yang tumplek menjadi satu.
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba muncul seorang anak kecil berpakaian khas Arap ngawe-awe (mengajak sambil melambaikan tangan) kearah saya. Setelah saya hampiri, anak kecil itu mengucapkan, "Ahlan...ahlan..."(selamat datang, selamat datang, red.).

Seperti ada tarikan kuat, saya berjalan mengikutinya. Anak itu berjalan merunduk karena banyak orang. Oleh anak kecil itu, saya seperti ditunjukkan jalan. Belok kanan-kiri dan akhirnya pas tiba di Hajar Aswad. Alhamdulillah, saya dapat mencium Hajar Aswad sepuasnya. Saya menangis disitu. Saya bersyukur sekali atas pertolongan anak kecil itu.

Beberapa saat kemudian saya teringat pada anak itu. Saya ingat masih mengantongi uang 50 real. Saya berniat memeberikan uang tersebut kepada anak kecil tadi. Tetapi begitu saya tengok, anak kecil tadi sudah tidak ada. Kalau lari tidak mungkin. Sampai kini, siapa dan ke mana perginya anak kecil tadi masih menjadi misteri.

Setelah memeluk Islam dan beribadah haji, hubungan dengan siapa pun tetap baik. Demikian pula dengan para pengrawit (penabuh gamelan, red) rombongan wayang kulit. Sebagian besar pengrawit sudah beragama Islam. Tinggal 3 orang yang belum Islam. Dalah hal ini, saya mempersilahkan saja sesuai dengna keyakinan mereka. Sebab, dalam memeluk Islam tidak boleh ada paksaan.

Merasa Tenteram

Sebelum memeluk Islam, jika tidak mendalang seminggu saja, saya selalu merasa waswas. "Aku nek ra payu, piye?" Saya kalau sudah tidak laku lagi, bagaimana? Begitu perasaan saya ketika itu.

Alhamdulillah, sekarang perasaan itu sudah tidak ada lagi. Saya berusaha taat shalat. Hasilnya, saya menjadi lebih dapat mengendalikan diri. Saya menjadi selalu berpikir positif ke pada Allah. Kalau memang sudah tidak ada rezeki lagi buat saya, tentu Allah sudah memanggil saya. Mengapa harus bingung? Intinya, pikiran sudah sumeleh. Alhamdulillah, keluarga saya sudah Islam semua.

Setelah masuk Islam, saya merasakan hasilnya. Keluarga semakin harmonis dan tenteram. Tidak suka bertengkar. Tidak ada suasana saling mencurigai. Itu yang saya rasakan dalam memeluk agama yang baru saya anut itu.

Beberapa kali saya diminta mengisi pengajian oleh masyarakat. Semampunya saya penuhi. Bukan bermaksud menggurui, tetapi itu kewajiban seorang muslim. Dalam pengajian, saya hanya menceritakan sejarah hidup saya yang dulu tidak karu-karuan, mbejujak.

Alhamdulillah, ada beberapa orang yang akhirnya mengikuti jejak saya, yaitu masuk Islam. Ketika berlangsung pengajian, ada jamaan yang bertanya, apa kalau ceramah saya mendapatkan uang saku? Dengan jujur saya jawab tidak. Sebab, kalau mau cari-cari uang, itu sudah saya dapatkan dari mendalang.

Setelah menjadi muslim, saya harus lebih banyak belajar dalam mendalami Islam. Dalam hal ini, dirumah saya di Karang anyar, setiap bulan sekali saya selalu mendatangkan mubalig, seperti Kiai Ali Darokah, H.Amir, H. Alwi dan yang lainnya, untuk memberikan pengajian kepada masyarakat. Setelah itu, saya teruskan dengan pentas wayang yang selalu saya sisipi dengan pesan-pesan dakwah. Saya memang terobsesi oleh metode dakwah Wali Songo yang menjadikan wayang kulit sebagai media dakwah. [M. Ali M.E/Albaz]

G.M. Sudarta : Kembali kepada Keagungan Islam

Nama saya Geradus Mayela Sudarta, biasa disingkat G.M. Sudarta. Saya lahir pada hari Rabu Kliwon di Desa Kauman, Klaten, Jawa Tengah tepatnya pada 20 February 1948. Saya putra bungsu dari pasangan Hardjowidjoyo dan Sumirah.

Keluarga besar saya, separo Katolik dan separo Islam. Ayah saya Islam Kejawen atau kebatinan, sedangkan ibu saya muslimah. Sejak kecil sebenarnya saya sudah bersyahadat, tapi dalam bahasa Jawa. Meski kemudian ketika menjelang remaja saya dipermandikan (dibaptis). Ini mungkin karena pengaruh adik-adik ayah (paman) yang beragama Katolik. Saya sering ikut ke Gereja bersama mereka. Karena seringnya ke Gereja, saya pernah berujar, "Mendengarkan lagu Gregorian itu sama indahnya seperi mendengar Adzan.".

Walaupun saya sudah dibaptis dan sering diajak ke Gereja, namun saya seperti tidak beragama Kristen Katolik saja, saya juga merasa sudah begitu akrab dengan agama Islam. Ibu dan saudara-saudara ibu, juga berasala dari keluarga muslim, jadi dapat saya katakan saya sudah begitu akrab dengan Islam.

Ketika saya di SMP saya bahkan pernah menjadi Ketua Rating PII (Pelajar Islam Indonesia) di sekolah. Ketika SMA, saya terlbat dalam pendirian Teater Akbar bersama Deddy Soetomo. Kebetulan, anggotanya kebanyakan dari PII. Teater yang saya dirikan sering menjuarai Festival HSBI (Himpunan Seni Budaya Islam).

Teater kami sering membawakan naskah-naskah karya ARifin C. Noer, salah satunya adalah naskah yang berjudul Amniah. Naskah ini sering kami pentaskan. Bahkan dalam Kongres PII, Teater Akbar menjadi juara pada festival seninya.

Akibat kemenangan ini, sebuah surat kabar terbitan Semarang menulis, tidak semua anggota Teater Akbar orang muslim. Posisi saya dalam teater ini menjadi serba salah. Padahal saya hanya penata panggung dan kadang-kadang figuran. Pernyataan surat kabar ini pastilah ditujukan kepada saya.

Bagi saya, ini bukan masalah, dalam hal ini saya beruntung dibela oleh sastrawan O'Galelano. Menurutnya yang penting adalah estetika nya. Muslim atau bukan, yang penting bagus.

Selain aktif di dunia teater, saya juga bergaul dengan teman-teman muslim. Dari sanalah saya mulai membaca buku tentang keagamaan. Selain itu, saya juga membaca buku-buku Tan Malaka dan sejenisnya, serta buku yang lebih bersifat eksistensialis. Saya selalu bertanya, sehingga saya makin berfikir untuk mencari sebab dan akibat kehidupan.

Saya hidup untuk apa ? apalagi anggota Pelukis Rakyat banyak mempengarushi saya, sehingga saya bersimpati pada perjuangan mereka, karena ada sebagian anggota yang ikut menjawab pertanyaan saya. Tapi, itu tidak begitu lama. Akhirnya saya terus berfikir untuk mencari tahu. Saya pernah berfikir, Tuhan adxa atau tidak ada, tidak menjadi soal.

Sering Ziarah

Untuk menjawab itu, saya sering pergi kebeberapa makan Sunan (Wali). Saya sering tidur di makam Syekh Maulana Yusuf di Banten, makam Sunan Kudus, bahkan sampai ke Gresik. Namun, pertanyaan itu makin gencar dalam hati saya, walaupun saya sadar tidak akan terjawab. Saya banyak mencari-cari terutama hal-hal yang musykil.

Perjalanan ziarah itu bukanlah untuk mencari apa-apa. Bahkan saya tidak tahu untuk apa. Pertanyaan itulah yang menuntun saya mengunjungi atau menziarahi makam para sunan, bahkan sampai tidur disana. Yang jelas saya mencari pertanyaan yang tidak pernah terjawab tentang Tuhan.

Dari perjalanan mengunjungi makam para wali itu, saya pernah mengalaim kejadian aneh. Di saat saya mengunjungi makan Syekh Maulana Yusuf di Banten, saya di datangi seorang Arab berbaju putih dan bersorban, dengan logat yang kaku ia berbicara tentang nabi Isa AS. Orangnya pintar sekali.

Selanjutnya orang itu menjabat tangan saya, anehnya bau wanginya selama satu minggu tidak hilang, walaupun sering saya cuci. Dari situ saya mencari orang itu sampai ke Kudus dan tempat lain. Saya mencari orang itu tapi tidak ketemu.

Walaupun saya bukan seorang muslim, namun mengunjungi makam para wali sangat berarti bagi saya. Selain mencari jawaban atas hakikat hidup, sekaligus juga untuk mencari inspirasi dalam usaha kerja saya sebagai sorang kartunis (Aktif dalam Harian Kompas http://www.kompas.co.id , Red).

Dari perjalan ziarah inilah, saya menemukan kedamaian dan ketenangan. Banyak hal yang saya temukan. Yang jelas saya kini mendapatkan ketenangan. Walaupun saya masih dalam tahap mempelajari Islam, namun saya sudah mendapatkan karunia itu. Oleh Tuhan saya dititipi sepasang anak kembar.

Dari semua itu semakin menyadarkan saya, bahwa pegangan yang sederhana tetapi mempunyai kekuatan yang luar biasa adalah agama. dan doa kita itu pasti diterima dan dikabulkan Tuhan.

Agama, inilah jawaban yang saya terima dari perjalanan saya mengunjungi makam para wali untuk mencari hakikat hidup. Saya benar-benar disadarkan akan pentingnya sebuah pegangan hidup; Agama - yang menjadi pegangan mengarungi lautan kehidupan.

Masuk Islam

Dari apa yang telah dititipkan Tuhan pada saya -- sepasang anak kembar -- saya kembali disadarkan oleh rasa keberagamaan saya. Aryo Damar, anak saya yang laki-laki, sejak berusia tiga bulan sampai sekarang, bila ada adzan Magrib di televisi, ia tidak mau melepaskan diri dari depan kaca televisi. Kalaupun sedang menangis, ia berhenti dahulu untuk mendengarkan adzan. Kejadian ini saya rekam dan saya abadikan dalam kaset video. Kelakuan anak saya ini semakin memperingatkan dan membuat saya yakin bahwa pegangan paling sederhana dan mempunyai kekuatan adalah Agama.

Akhirnya, saya putuskan untuk menerima apa yang terjadi pada diri saya. Saya mengikrarkan diri menjadi seorang muslim, dengan kata lain menerima Islam. Perpindahan saya menjadi seorang muslim ini disambut baik oleh teman-teman saya dan mereka memberi beberapa buku agama, tafsir Al-Qur'an dan buku Fiqih Sunnah karya SAayid Sabiq lengka 12 jilid. Bahkan yang aneh ada teman saya yang memberikan AL-Qur'an jauh sebelum saya mengucapkan dua kalimah syahadat. Mungkin ia sudah mendapat firasat.

Selain itu, banyak pula teman-teman saya yang menyatakan penyesalannya atas keputusan saya itu. Mereka menyesali perubahan yang terjadi pada diri saya. Namun itu tidak membuat saya mundur. Saya tetap berkeyakinan untuk menjadi seorang muslim.

Islam bagi saya adalah agama yang memiliki toleransi paling tinggi. Dengan Islam saya menjadi lebih mantap memastikan pegangan hidup. Kini saya banyak belajar dari istri untuk mendalami agama terutama belajar Al-Qur'an. Selain kepada teman-teman saya juga sering mendiskusikan dengan para tokoh agama . Hal ini saya maksudkan untuk memantapkan keimanan saya. (Hamzah, mualaf.com)